Rabu, 17 April 2013

Pengertian Tunanetra


TUNANETRA


Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya. Berdasarkan tingkat gangguannya Tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai sisa penglihatan (Low Visioan). Alat bantu untuk mobilitasnya bagi tuna netra dengan menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna putih dengan ada garis merah horizontal. Akibat hilang/berkurangnya fungsi indra penglihatannya maka tunanetra berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya seperti, perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebagainya sehingga tidak sedikit penyandang tunanetra yang memiliki kemampuan luar biasa misalnya di bidang musik atau ilmu pengetahuan.(Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Pengertian Tunanetra
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat awam khususnya sering menganggap bahwa istilah tunanetra sering disamakan dengan buta. Pandangan masyarakat tersebut didasarkan pada suatu pemikiran yang umum yaitu bahwa setiap tunanetra tidak dapat melihat sama sekali.
Secara etimologis, kata tuna berarti luka, rusak, kurang atau tiada memiliki;  netra berarti mata atau penglihatan. Jadi tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata, sehingga mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan persepsi penglihatan. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa istilah tunanetra mengandung arti rusaknya penglihatan . Rumusan ini pada dasarnya belum lengkap dan jelas karena belum tergambarkan apakah keadaan mata yang tidak dapat melihat sama sekali atau mata rusak tetapi masih dapat melihat, atau juga berpenglihatan sebelah.
Sedangkan pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat (KBBI, 1989:p.971) dan menurut literatur berbahasa Inggris yaitu visually handicapped atau visually impaired.
Banyak orang yang memberikan definisi tentang tunanetra tergantung dari sudut pandang seseorang berdasarkan kebutuhannya. Dengan demikian hal tersebut akan melahirkan keanekaragaman definisi tunanetra tetapi pada dasarnya memiliki kesamaan.
Frans Harsana Sasraningrat mengatakan bahwa tunanetra ialah suatu kondisi dari indera penglihatan atau mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi itu disebabkan oleh karena kerusakan pada mata, syaraf optik dan atau bagian otak yang mengolah stimulus visual .
Irham Hosni menegaskan bahwa seseorang dikatakan tunanetra adalah orang yang kedua penglihatannya mengalami kelainan sedemikian rupa dan setelah dikoreksi mengalami kesukaran dalam menggunakan matanya sebagai saluran utama dalam menerima informasi dari lingkungannya .
Drs. Nurkholis menyatakan bahwa tunanetra adalah kerusakan atau cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat atau buta.
Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni (2004) mendifinisikan ketunanetraan sebagai berikut : Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata (kurang awas). Yang dimaksud dengan 12 point adalah ukuran huruf standar pada komputer di mana pada bidang selebar satu inch memuat 12 buah huruf . Akan tetapi, ini tidak boleh diartikan bahwa huruf dengan ukuran 18 point, misalnya pada bidang selebar 1 inch memuat 18 huruf.
Tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan antara lain :
a. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari satu meter.
b. Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki.
c. Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20ยบ.

Dari berbagai uraian tentang tunanetra di atas maka dapat disimpulkan bahwa tunanetra adalah orang yang mengalami kerusakan penglihatan yang sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat menggunakan indera penglihatannya untuk kebutuhan pendidikan atapun lainnya walaupun dengan bantuan alat bantu, sehingga memerlukan bantuan atau pelayanan pendidikan secara khusus.
Klasifikasi Tunanetra
Secara garis besar, tunanetra dapat dikelompokkan berdasarkan hal berikut :
A. Klasifikasi Tunanetra (visual impairment) berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan.
Lowenfeld, (1955:p.219), mengklasifikasikan tunanetra berdasarkan  pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu:
1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yaitu mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman melihat.
2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; yaitu mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
4. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5. Tunanetra pada usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
6. Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan).
B. Klasifikasi Tunanetra (visual impairment) berdasarkan kemampuan daya penglihatan .
Penglihatan yang normal memiliki ketajaman penglihatan  6/6-6/7,5 yaitu jika sesorang dapat melihat benda dengan jelas pada jarak antara 6 sampai dengan 7,5 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 95 %-100 %.
Penglihatan dengan ketajaman 6/9-6/21 masih tergolong kepada penglihatan hampir normal yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 9 sampai dengan 21 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan hampir normal adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 75 %-90%. Maka klasifikasi Tunanetra (visual impairment) berdasarkan kemempuan daya penglihatan adalah sebagai berikut :
1. Low Vision; yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
Low Vision dikelompokkan menjadi :
a. Low Vision sedang, memiliki ciri-ciri:
- Penglihatan 6/60-6/120 yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 60 sampai dengan 120 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan low vision adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 10%-20%.
- Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum.
- Mendapat kesukaran berlalu lintas dan melihat nomor mobil.
- Membaca perlu memakai lensa kuat dan membaca menjadi lambat.
b. Low Vision nyata, memiliki ciri-ciri:
- Penglihatan 6/240 yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 240 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan low vision nyata adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 5%.
- Gangguan masalah orientasi dan mobilitas.
- Perlu tongkat putih untuk berjalan.
- Umumnya memerlukan sarana baca dengan huruf Braille, radio dan pustaka kaset
2. Tunanetra setengah berat/hampir buta (partially sighted),yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal, memiliki ciri-ciri:
- Penglihatan menghitung jari kurang empat kaki.
- Penglihatan tidak bermanfaat bagi orientasi mobilitas.
- Harus memakai alat non visual.
3. Tunanetra berat/buta total (totally blind), yakni mereka yang sama sekali tidak melihat,memiliki ciri-ciri:
- Tidak mengenal adanya rangsangan sinar.
- Seluruhnya tergantung pada alat indera selain mata.

C. Klasifikasi tunanetra berdasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata.
Menurut Howard dan Orlansky, klasifikasi tunanetra berdasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata. Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-kelainan itu antara lain:
1. Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
2. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk menbantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
3. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

Artikel ini di tulis oleh : Bambang Heri Wibowo
Konsultan IT Yayasan Netra Indonesia